Transformasi Digital dalam Profil Pendidikan Formal Tahun 2045

Pergeseran telah terjadi pada struktur ekonomi (bentuk kemasyarakatan). Jika keahlian yang diperlukan zaman dahulu adalah berburu dan meramu saja, saat ini keahlian yang diperlukan adalah creative dan mengenai digital economy. Sektor pendidikan juga mendapatkan dampak dari perubahan sistem yang lebih maju.

Oct 25, 2021 - 10:05
Oct 29, 2021 - 01:01
 0
Transformasi Digital dalam Profil Pendidikan Formal Tahun 2045
Ahmad Baidhowi dan Suyoto pada Webinar Pendidikan Oku Timur (sahabatguru)

SahabatGuru – Para guru di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (Oku Timur) telah mengikuti webinar pendidikan daring yang diselenggarakan pada Kamis (21/10) melalui Zoom dan YouTube. Webinar pendidikan ini mengundang pembicara-pembicara dari praktisi pendidikan yang sangat inspiratif, Dr. Ahmad Baidhowi AR sebagai Tokoh Pendidikan dan Ketua Yayasan Sukma dan Dr. Suyoto, M.Si sebagai Tokoh Pendidikan dan Bupati Berprestasi. Dengan tema “Transformasi Digital dalam Profil Pendidikan Formal Tahun 2045”, webinar kali ini membakar semangat para guru di Ogan Komering Ulu Timur untuk lebih memahami tentang perubahan sistem pendidikan di era digital.

Narasumber yang pertama yaitu Dr. Ahmad Baidhowi AR. Tokoh Pendidikan dan Ketua Yayasan Sukma ini menyampaikan materi tentang “Hakikat Guru di Era Digital Learning Culture”.

Situasi pandemi memaksa para guru dan pelaku pendidikan berusaha keras menciptakan “budaya belajar” dengan menggunakan informasi dan teknologi secara daring. Solusinya yaitu budaya belajar secara digital harus dilihat sebagai usaha ensure successful integration of technology for student learning.

“Mungkin ada sebagian guru yang tidak terlalu kaget dengan pembelajaran daring karena sudah menguasai teknologi. Akan tetapi, banyak juga guru-guru yang kaget karena sama sekali tidak menguasai teknologi,” jelas Ahmad Baidhowi.

Sementara itu, tujuan pembelajaran online (daring) sebenarnya sangatlah luas. Pertama, memprioritaskan, mengolaborasikan, dan mengomunikasikan antara guru, staf, dan orang tua. Kedua, menciptakan pembelajaran digital yang inovatif. Ketiga, mengembangkan pola belajar dan mengajar yang lebih cair karena berdasarkan hasil kerja sama dan kesepakatan. Inilah yang jadi tanggung jawab bersama.

Lalu, ada enam tren dalam pembelajaran digital, seperti personalisasi yang lebih individual; artificial intelligence (peluang di masa depan saat pembelajaran tidak lagi memerlukan manusia sebagai guru); augmented reality, virtual rality, dan mixed reality; lingkungan pembelajaran modern; perangkat ruang kelas; dan gamification.

Menurut Ahmad Baidhowi, ada SAMR model yang mencerminkan tingkatan guru memberikan pembelajaran pada siswa. Pertama, level substitution, penggunaan teknologi untuk mengganti pembelajaran luring. Kedua, level augmentation, penggunaan teknologi yang dikombinasikan dengan platform dan merancang fungsi improvisasi. Ketiga, level modification, penggunaan teknologi untuk memodifikasi konsep tugas. Keempat, level redefinition (tertinggi), pemanfaatan teknologi yang diciptakan untuk melahirkan pola pembelajaran yang baru.

Setelah menyimak tentang digital learning culture, guru-guru di Oku Timur menyimak paparan materi dari Dr. Suyoto, M.Si., sosok Bupati Berprestasi. Beliau menyampaikan mengenai “Refleksi Hakikat Pendidikan 2045”.

Apa di balik digital learning culture untuk kepentingan pendidikan jangka panjang? Ada tiga hal yang menurut saya penting untuk disadari kita bersama. Pertama, pendidik diminta untuk memiliki multi-vision. Kedua, pendidikan selalu berhubungan dengan peran lama dan baru dalam kehidupan. Ketiga, pendidikan diminta untuk lebih siap dalam mengantisipasi perubahan di kehidupan ini

Ada pepatah yang mengatakan, “Jika ingin panen 4 bulan lagi, tanamlah jagung. Jika ingin panen 3-4 tahun lagi, tanamlah kelapa. Jika ingin panen 20 tahun lagi, tanamlah jati. Jika ingin panen 25 tahun lagi, tanamlah manusia. Untuk mempersiapkan manusia yang berkualitas, sistem pendidikan yang harus diperhatikan.

Jika kita jadi pialang/trader, yang dilihat adalah menit ke menit (trends). Jika kita jadi penjual pakaian, yang dilihat adalah tren beberapa bulan ke depan. Jika kita ingin memproduksi obat, yang dilihat/diprediksi adalah 8-15 tahun. Jika kita ingin bisnis energi, kita harus melihat 25-50 tahun ke depan. Lalu, bagaiman dengan pendidik? Menurut saya, pendidik harus menguasai ilmu penjual pakaian, pebisnis obat, dan pebisnis energi, yaitu mampu melihat jangka pendek dan panjang.

Pergeseran telah terjadi pada struktur ekonomi (bentuk kemasyarakatan). Jika keahlian yang diperlukan zaman dahulu adalah berburu saja dan meramu, saat ini keahlian yang diperlukan adalah creative dan mengenai digital economy. Sektor pendidikan juga mendapatkan dampak dari perubahan sistem yang lebih maju.

Pencetus istilah Revolusi 4.0, Profesor Klaus Schwab, menulis dalam sebuah buku The Fourth Industrial Revolution tentang dampak teknologi pada umat manusia, yaitu mengubah cara hidup, cara bekerja, cara berhubungan satu sama lain, dan cara belajar.

Jika dahulu orang tua bisa mendefinisikan makna sukses untuk anak-anaknya, maka sekarang sudah tidak bisa lagi. Akan banyak generasi yang merintis usaha, awalnya jadi bos, lalu tidak jadi bos, kemudian jadi bos lagi. Banyak muncul ide-ide kreatif oleh kaum muda. Alur perjalanan kariernya pun bisa jadi fluktuatif. Harapannya, guru bisa merefleksikan diri agar jangan sampai jadi guru dari murid yang gagal.

“Saya ingin cerita. Dulu ada banyak murid di suatu tempat yang mengungkapkan cita-citanya ingin jadi seorang guru, dokter, dan polisi. Saya anggap, mereka hanya berpatokan pada cita-cita formal, yang pada hakikatnya kesempatan kerjanya saat ini tak lebih dari 2,5%. Saya merasa mereka bisa jadi orang yang gagal. Saat ini, sudah tak relevan menanyakan ‘apa cita-cita kalian?’. Seharusnya, tanyakan ‘bagaimana cara kalian hidup bahagia dan membahagiakan orang lain?’. Menurut saya, pertanyaan inilah yang relevan untuk ditanyakan pada murid-murid,” tutur Suyoto.

Dari banyaknya pola pendidikan yang berlaku di berbagai zaman, ada beberapa kesamaan, seperti undangan agar pendidikan itu mengantarkan anak-anak siap hidup; sukses mendidik itu dilakukan sepenuh hati; upaya sepenuh daya di antara yang biasa-biasa; dan semangat kebangsaan dan tak pernah berhenti meningkatkan proses asih, asah, dan asuh.    

 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Anis Safitri Menulis itu alternatif untuk menebar cinta kasih dan menjadikan dunia lebih baik. Instagram @irtifassina.