Sekolah Tempat Teraman bagi Siswa

Oct 21, 2023 - 05:26
Oct 15, 2023 - 13:04
 0
Sekolah Tempat Teraman bagi Siswa

Sekolah Tempat Teraman bagi Siswa

 

Bukan tahun ini saja lembaga pendidikan mengalami ujian besar dalam mempertahankan tingkat kepercayaan masyarakat atas muruahnya. Bagaimana tidak? Di tahun 2014 kita mengingat betul bagaimana pukulan keras mencoreng dunia pendidikan atas pemberitaan kasus pelecehan seksual di sebuah lembaga pendidikan swasta ternama di Indonesia. Saat itu dekadensi moral begitu besar mengancam muruah pendidikan di Indonesia. Dengan tidak bermaksud menggenarilsasi, namun kasus tersebut akan membuka lebar mata masyarakat terhadap dugaan-dugaan serupa yang mungkin terjadi di lembaga pendidikan lainnya. Kasus berikutnya cukup menghentakkan hati dan pikiran kita yang merasa bergelut dalam dunia pendidikan. Sebuah lembaga pendidikan yang notabene seharusnya memiliki integritas yang kuat dalam menjaga muruah pendidikan justru malah melakukan suatu hal yang merusak moral anak bangsa. Memang tidak ada yang salah dengan sistem pendidikan di Indonesia. Semua lembaga pendidikan baik yang diselenggarakan langsung oleh pemerintah ataupun yang diselenggarakan oleh masyarakat bertitik tolak pada visi sekolah dan tujuan pendidikan nasional sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan.

Sudah seharusnya judul tulisan di atas memang merefleksikan keberfungsian sekolah di mana pun adanya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menyimpan banyak harapan dan ketergantungan masyarakat dalam hal ini orangtua untuk menitipkan putra-putrinya mendapatkan pengalaman kognisi, keterampilan dan sikap. Sejuta harapan yang didambakan bertumpu pada eksistensi pendidik untuk dapat mewujudkannya. Tingkat kepercayaan tak pernah sedikit pun teragukan dari orangtua saat mendaftarkan putra-putriya untuk dapat mengenyam pendidikan di sebuah satuan pendidikan. Dapat disaksikan setiap tahun, betapa  animo masyarakat yang begitu besar, datang berduyun-duyun dengan besar harapan anaknya dapat diterima bersekolah. Meski tidak dengan jaminan 100 % dapat diterima, niat besarnya menyekolahkan anak menjadi tujuan yang paling utama.

Lantas bagaimana kemudian sekolah mengapresiasi besarnya animo dan kepercayaan masyarakat sebagai wujud kesadaran mereka akan pentingnya arti sebuah pendidikan bagi putra-putrinya? Kita pahami bersama bahwa sekolah adalah sebuah tempat untuk membantu melakukan proses perubahan kemampuan yang bersipat progresif. Ketiadaan progress kemampuan tentu akan menunjukkan ketiadaan pengalaman yang dimikili siswa. Sekolah memiliki peran yang cukup besar dalam mengubah kemampuan dan perilaku siswanya. Sekolah harus memiliki perencanaan yang matang untuk menciptakan dan memberikan pelayanan yang optimal. Tanpa perencanaan yang matang, sekolah hampir dapat dipastikan akan mengalami kegagalan dalam menyelenggarakan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan institusi sebagaimana visi dan misi yang telah ditetapkan. Dalam praktiknya, sekolah harus memiliki program yang lebih banyak mengarah pada kegiatan siswa. Baik kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakurikuler diharapkan dapat menggali potensi diri baik secara akademik maupun nonakademik yang berimbas pada adanya pengalaman belajar yang dapat menjadi bekal kehidupannya kelak di masyarakat. Sekolah memiliki predikat yang sangat baik, yaitu sebagai wawasan wiyata mandala. Artinya Wiyata : Pendidikan, dan Mandala : Tempat atau lingkungan. Sehingga Wiyata Mandala dipahami sebagai sikap menghargai dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekolah sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan atau cara memandang sekolah sebagai lingkungan pendidikan dan pembelajaran.

Karakteristik sekolah yang dikatagorikan sebagai tempat yang paling aman bagi siswa ketika berada di dalamnya terdapat kondisi berikut:

  1. Belajar menyenangkan
  2. Bebas dari kekerasan fisik
  3. Bebas dari pelecehah seksual
  4. Bebas dari bullying
  5. Tersedia Layanan Parenting
  6. Tersedia Layanan Konseling

Belajar menyenangkan dapat diasumsikan dengan banyak indikator. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Siswa tidak merasa terpaksa mengikuti pembelajaran;
  2. Siswa memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan pengembangan potensinya;
  3. Siswa merasa tersalurkan bakat dan minatnya tanpa hambatan;
  4. Siswa merasa senang dengan strategi pembelajaran yang diciptakan guru; dan
  5. Siswa merasa dihargai (mendapatkan apresiasi) atas kemampuan atau usaha yang telah dilakukannya.

Keamanan sebuah sekolah tidak hanya dipandang dari sisi kondisi fisik saja sebagaimana yang diatur pada peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeluarkan Perka BNPB No. 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari Bencana (SMAB), di mana Perka ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi lokasi sekolah/ madrasah pada prioritas daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami; 2. Memberikan acuan dalam penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana baik secara struktural maupun non-struktural. Sekolah yang aman juga berindikasi pada kondisi di mana sekolah bebas dari praktik-praktik kekerasan fisik, pelecehan seksual, dan bullying. Perlu pula diingat bahwa siswa merupakan media penyampai pesan yang paling cepat menghubungkannya dengan orangtua. Kejadian, baik yang positif maupun negatif di sekolah atau di kelas akan disampaikannya secara lugas. Perilaku teman yang menyenangkan atau tidak, kondisi belajar yang menyenangkan atau tidak, bahkan perilaku dan ucapan guru entah itu baik atau tidak akan menjadi bahan pelaporanya kepada orangtua. Saat ini konsep pembelajaran yang menyenangkan diasumsikan sebagai pembelajaran yang banyak melibatkan siswa baik secara fisik maupun mentalnya. Pelibatan siswa secara fisik dan mental ini lebih sering disebut sebagai pembelajaran aktif. Siswa akan merasa senang mengikuti pembelajaran ketika guru mampu menciptakan atau menerapkan berbagai pendekatan, metode, teknik dan strategi, serta model pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Sebagaimana disampaikan oleh Fadila Pembelajaran menyenangkan (joyful learning) menurut (Fadilah, 2014) adalah rancangan pembelajaran dengan tujuan menciptakan suasana yang membebaskan siswa untuk berani mencoba, bertindak, bertanya dan mengemukakan pendapat sehingga perhtian siswa dapat dipusatkan secara penuh pada pembelajaran. Fadila juga berpendapat bahwa joyful learning merupakan suatu proses pembelajaran dengan tanpa adanya perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure) antara guru dan siswa yang memiliki suatu kohesi yang kuat.

Banyaknya terjadi kasus asusila di lembaga pendidikan tentu perlu diambil hikmahnya. Sekolah sebagai tempat menempa pengetahuan, kemampuan vokasi dan sikap semestinya melahirkan intelektual yang  menjunjung tinggi moralitas. Penyeleksian sumber daya pendidikan sudah seharusnya menghasilkan para pendidik yang dapat mengabdikan profesinya dengan penuh integritas dan tanggung jawab yang tinggi. Siswa sebagai objek pendidikan harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki hak untuk mendapatkan rasa aman dan nyaman dalam menempuh pendidikan. Rasa aman dan nyaman di sekolah akan tercipta oleh sejumlah indikator pendidik yang  memiliki karakterisitik berikut:

  1. Mengayomi (melindungi)
  2. Memberi motivasi
  3. Memberi contoh

Karakteristik tersebut sejalan dengan cita-cita dan harapan Bapak Pendidikan Indonesia, yaitu Kihajar Dewantara. Guru harus dapat memberikan perlindungan fisik dan mental siswa bukan sebaliknya menciptakan perundungan yang dapat melemahkan mental siswanya. Guru juga berkewajiban memberikan dorongan kepada siswanya agar mau dengan keasadaran sendiri melakukan berbagai aktivitas positif dalam rangka mengembangkan dan menumbuhkan potensi dan bakat yang dimiliki. Terakhir guru juga sudah selayaknya menjadi teladan bagi siswa. Sikap, Bahasa dan penampilan guru sangat mungkin menjadi perhatian siswa. Sikap guru yang patut, Bahasa guru yang santun, dan penampilan guru yang beretika akan dipandang sebagai rekomendasi percontohan.

Unsur yang tidak kalah pentingnya harus ada di sebuah sekolah sekaligus sebagai katagori yang ikut menentukan keamanan dan kenyamanan sekolah adalah keberadaan dan keberfungsian layanan konseling. Guru BK memegang peran penting dalam menangani berbagai kasus penyimpangan perilaku siswa. Secara personal dan professional seorang guru BK harus memahami beragam karakter siswa. Tak hanya itu, seorang guru BK harus mengikuti perkembangan teknologi dan dampak yang ditimbulkannya. Bukan tidak mungkin, berbagai bentuk dan ragam penyimpangan yang dilakukan siswa berawal dari dampak penggunaan alat teknologi yang tidak ramah. Seorang guru BK juga dituntut memiliki kemampuan dalam meninvestigasi segala persoalan yang berhubungan dengan kendala belajar siswa.

Jika dipandang dari segi fisik bangunan, sekolah harus memiliki fasilitas mitigasi guna mengantisipasi berbagai kemungkinan bencana, maka secara fisik dan fsike individu fasilitas mitigasi juga harus dipersiapkan. Bimbingan konseling dipandang sebagai ruang mitigasi dalam penanganan beragam penyimpangan perilaku siswa. Sehingga kasus-kasus penyimpangan perilaku yang mengarah pada praktik kekerasan fisik, pelecehan seksual, dan bullying baik yang dilakukan oleh siswa kepada siswa lain, oleh guru kepada siswa dan siswa kepada guru akan segera terdeteksi. Penggalian informasi yang dilakukan oleh guru dengan melibatkan orangtua siswa yang bersangkutan akan menghasilkan keterbukaan komunikasi guna penyelesaian masalah. Apabila hal ini dilakukan dengan intensif dan berkelanjutan niscaya harapan sekolah sebagai tempat teraman dan ternyaman bagai siswa dan orangtua akan terwujud sesuai harapan.

 

 

 

 

 

 

Sumber Bacaan

Fadillah, M. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI, SD/MTS, dan SMA/MA. Yogyakarta : Ar-Ruzz

https://spab.kemdikbud.go.id/wp-ontent/uploads/2021/10/Modul-1-Fasilitas-Sekolah-Aman-lowres.pdf

 

 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

aryhendari Seorang pendidik yang bertugas di SMPN 1 Parungpanjang, Bogor Jawa Barat. Terakhir menyelesaikan pendidikan pada pascasarjana UHAMKA Tahun 2015