Melabeli Murid? Memangnya Barang?
Pelabelan guru keapda murid merupakan masalah yang mengganggu pembelajaran. Bagaimana bisa seorang guru yang harusnya mendidik murid malah memberikan label pintar dan bodoh? Lalu kalau murid memang bodoh kenapa? Bukannya itu tugas guru agar tidak bodoh lagi?
Dalam dunia pendidikan, seringkali kita melihat guru dengan mudahnya memberikan label "pintar" atau "bodoh" kepada siswa. Siswa yang mahir dalam matematika langsung dianggap pintar, sementara siswa yang sering memerlukan remedial dicap sebagai bodoh. Namun, pelabelan semacam ini seharusnya tidak memiliki tempat dalam pendidikan. Selain bisa menciptakan stigma negatif, pelabelan semacam ini juga dapat mengganggu tujuan utama dari pendidikan itu sendiri, yaitu memberikan pengetahuan dan pengembangan potensi pada setiap individu. Sebabnya, setiap orang itu unik dan berbeda.
Pelabelan semacam ini seringkali muncul dari beberapa guru dengan kriteria yang hampir selalu sama. Siswa yang menguasai mata pelajaran sulit seperti matematika akan disebut sebagai "pintar," sedangkan siswa yang kesulitan belajar dan sering mendapatkan nilai rendah akan dicap sebagai "bodoh." Pelabelan ini seringkali dikeluarkan tanpa pertimbangan yang matang dan bisa dilihat oleh seluruh kelas. Namun, apakah hal ini memiliki manfaat nyata dalam proses pembelajaran? Apakah kita ingin membagi siswa menjadi kategori pintar dan bodoh? Sebenarnya, ini dapat berdampak negatif yang mungkin tidak terpikirkan oleh guru.
Siswa yang langsung dicap pintar belum tentu memiliki semua keahlian di berbagai bidang. Meskipun mereka mungkin ahli dalam satu mata pelajaran, itu tidak berarti mereka mahir dalam semuanya. Pelabelan semacam ini juga bisa merusak harga diri siswa dan membuat mereka merasa sombong atau bahkan menimbulkan rasa cemburu di kalangan teman-teman mereka.
Hal yang sama berlaku untuk siswa yang diberi label "bodoh." Selain melukai perasaan siswa, label ini juga dapat menghambat perkembangan mereka. Siswa yang merasa dirinya bodoh mungkin akan kehilangan motivasi untuk belajar, padahal sebenarnya mereka belum tentu bodoh. Pelabelan semacam ini juga dapat berdampak buruk pada kesejahteraan mental siswa dan meningkatkan risiko bullying.
Menggunakan pelabelan sebagai alat motivasi juga tidak selalu efektif. Pesan yang ingin disampaikan mungkin tidak akan tersampaikan dengan baik kepada semua siswa. Beberapa siswa mungkin merasa terhina daripada termotivasi. Oleh karena itu, pelabelan seperti ini sebaiknya dihindari.
Seharusnya guru harus bersikap lebih terbuka dan tidak mengkotak-kotakan siswa hanya berdasarkan penilaian cepat tentang kecerdasan mereka. Guru sebaiknya mencoba memahami alasan di balik kinerja siswa. Siswa mungkin menghadapi kesulitan dalam belajar karena berbagai faktor, termasuk cara mengajar guru, masalah pribadi, atau kemampuan belajar yang berbeda. Jika ada kendala, kenapa tidak mencoba untuk membantu mereka? Pendidikan seharusnya tentang membimbing siswa untuk tumbuh dan berkembang, bukan sekadar memberikan label. Setiap individu memiliki ritme pembelajaran yang berbeda, dan itu adalah hal yang wajar. Jadi, apakah siswa yang mahir dalam bahasa Inggris tetapi kurang pandai dalam matematika dapat disebut bodoh? Tentu saja tidak.
What's Your Reaction?