MARI CEGAH PERUNDUNGAN

Apr 29, 2023 - 00:48
 0
MARI CEGAH PERUNDUNGAN
Foto ilustrasi oleh Freepik

Perundungan (mem-bully) bukanlah tindakan terpuji yang dilakukan oleh siapapun. Lebih-lebih hal itu dilakukan oleh seorang peserta didik. Dampak psikologis perundungan akan membekas dalam diri seseorang. Perundungan itu bisa berupa kata-kata yang sifatnya mengolok-olok maupun perundungan yang sampai mencederai si korban. Rasa benci akan timbul pada si korban. Perlawanan pasif bisa tumbuh dalam diri korban yang bisa saja muncul sewaktu-waktu. Tindakan perundungan di dalam dunia pendidikan hendaklah dihentikan hingga pendidikan benar-benar bisa memanusiakan manusia, memuliakan harkat dan martabat sebagai manusia. Peserta didik ke sekolah untuk belajar dan mencari jati dirinya bukan untuk melakukan hal-hal yang kurang terpuji.

Perundungan menimbulkan trauma dalam diri si korban. Korban akan merasakan dampaknya hingga dewasa. Hal-hal yang kurang positif akan membekas dalam diri dan diperlukan proses panjang untuk mengurangi trauma itu. Rasa percaya diri si korban akan berkurang. Untuk itu, pembinaan mental emosional perlu terus dibudayakan oleh instansi terkait.

Sekolah perlu terus mengupayakan agar peserta didik tetap dalam pengawasan dari pihak sekolah, masyarakat, maupun orang tua. Kerja sama tri pusat pendidikan ini benar-benar diperlukan. Peserta didik tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah. Peserta didik adalah aset bangsa yang mesti diselamatkan dan dikembangkan potensi dan kompetensinya. Sekolah bersama-sama masyarakat terus menjalin kerja sama. Pemerintah telah berupaya melakukan hal itu salah satunya dengan mendekatkan sekolah dengan pihak keluarga. Maka dilahirkannya pendidikan keluarga, yang salah satunya adalah kelas orang tua. Orang tua bisa mengenal kelebihan dan kelemahan anaknya. Orang tua peserta didik tetap memiliki peran yang tidak sedikit terhadap anak kandungnya (Keniten, 2017). Beberapa sekolah membangun peguyuban orang tua bahkan bisa bekerja sama dengan instansi terkait lainnya.

 

Mencegah Perundungan

Perkembangan mental emosional remaja memang penuh gejolak, perlu dikelola dengan baik. Anak-anak yang berusia 12 atau 13 tahun sampai dengan 19 tahun sedang berada dalam pertumbuhan yang mengalami masa remaja. Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga masa disebut sebagai periode strum und drang (Zulkifli L, 2009). Untuk itu, perlu pengawasan lebih optimal baik oleh guru, masyarakat maupun keluarga). Di sekolah, guru-guru dan staf manajemen mengoptimalkan dirinya mengawasi gerak-gerak peserta didik. Saat-saat tertentu perlu dilakukan sidak secara mendadak ke kelas atau dengan menyertakan instansi terkait. Pembinaan mental dilakukan secara berkesinambungan. Optimalkan guru BK dibantu oleh guru-guru lain. Bila dana memungkinkan dipasang CCTV di sekolah. Paling tidak bisa mempermudah memantau perilaku peserta didik. Cuma terkadang kendala kalau jumlah peserta didik yang lumayan banyak.

Guru-guru bersama dengan staf manajemen sekolah mendekatkan dirinya dengan peserta didik hingga keluh-kesah maupun problematika yang dihadapi peserta didik lebih awal diketahui hingga pencegahan bisa dilakukan lebih awal. Pembiasaan menghargai perbedaan. Pembiasaan menghormati sesama teman menjadi pembiasaan dalam hidup peserta didik. Upaya ini tidaklah mudah, perlu komitmen semua pengelola sekolah. Kecerdasan emosional peserta didik dikembangkan. Kecerdasan emosional diperlukan untuk menanggulangi tumbuhnya sifat mementingkan diri sendiri, melakukan tindak kekerasan, dan sifat-sifat lain yang kurang konstruktif (Darmiyati, Zuchdi, 2008)

Masa remaja memang penuh gejolak dalam upaya mencari eksistensi dirinya sebagai anak yang ingin dihargai keberadaannya. Masa-masa seperti ini perlu orang dewasa yang sering diajak berdiskusi. Guru maupun staf manajemen paling dekat untuk diajak berdiskusi di samping orang tua. Akan tetapi, terkadang peserta didik kurang berani menyampaikan problematika yang dihadapinya. Perlu pendekatan personal untuk melihat masalah-masalah di kalangan peserta didik. Keberanian menyampaikan masalah tidaklah mudah bagi peserta didik yang sedang mencari identitasnya. Teman dekatnya menjadi tempat yang paling mudah untuk berbagi perasaannya.

Sekolah berupaya terus agar tindakan kurang terpuji peserta didik tidak muncul menjadi tindakan yang mencederai orang lain. Umumnya guru-guru memberikanpengarahan atau penguatan karakter sebelum pembelajaran dimulai. Nasihat-nasihat bisa menjadikan peserta didik menyadari dirinya sebagai seorang pembelajar. Beberapa sekolah memberikan ruang untuk berani menyampaikan unek-unek hatinya. Ruang itu bisa berupa ruang terbuka untuk berbicara. Ruang itu bisa berupa ruang tertulis maupun ruang berbicara. Ruang tertulis menuliskan isi hatinya dalam lembaran kertas hingga keluar kegundahan dalam hati peserta didik tersalurkan, paling tidak upaya ini sebagai langkah mengurai perilaku mencederai sesama baik fisik maupun psikis.

Perundungan perlu dicegah sedini mungkin. Tri pusat pendidikan (keluarga, sekolah dan masayarakat) saling membahu dalam upaya mencegah tindakan perundungan. Karakter-karakter mulia dikembang terus seperti mencintai sesama, menghormati sesama, maupun menghargai sesama. Generasi masa depan bangsa hendaknya diselamatkan hingga menjadi lebih baik dari sebelumnya.

 

Ida Bagus Wayan Widiasa Keniten

Penulis adalah Pengawas di Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Provinsi Bali,

Pemenang Pertama Guru Berprestasi Tingkat Nasional Tahun 2013,

menulis beberapa buku kumpulan cerpen dalam bahasa Indonesia dan Bali serta kajian sastra

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Sahabat Guru Inspirasi Indonesia Maju