Growth Mindset: Fokus Keunggulan Bukan Kesempurnaan

Sebuah studi mengatakan bahwa anak yang berusaha keras untuk mengejar kesempurnaan memiliki reaksi negatif terhadap sebuah kesalahan. Hal ini sangat berbanding terbalik dengan konsep growth mindset.

May 8, 2023 - 01:12
May 8, 2023 - 01:11
 0
Growth Mindset: Fokus Keunggulan Bukan Kesempurnaan
Illustration by Donna Grethen (stamfordadvocate.com)

Pada dasarnya setiap anak memiliki naluri dari dalam diri mereka sendiri untuk mencapai suatu keinginan. Ia akan melakukan berbagai cara dan mengupayakan apapun demi mendapatkan apa yang ia inginkan. Namun lambat laun keinginan-keinginan untuk mencapai keunggulan yang semakin menumpuk ini membentuk suatu kebiasaan dan menjadikan anak sebagai seorang perfectionism. Dimana anak akan berusaha untuk terus unggul dalam segala hal. 

Anak dengan perfectionism memiliki strandar untuk menuntut kesempurnaan dan menolak segala sesuatu yang dianggap kurang. Perfectionist akan mengupayakan kesempurnaan dengan keras dan berharap orang lain melakukan hal yang sama untuk mencapai tujuannya. Sikap ini akan membuat anak memiliki reaksi negatif terhadap sebuah kesalahan. Ia akan mengutuki dirinya sendiri jika mengalami kegagalan. Ia juga merasa bahwa orang lain sangat kritis pada dirinya dan seolah orang lain selalu menuntut agar ia melakukan sesuatu yang lebih.

Hal ini sangat berbanding terbalik dengan konsep growth mindset. Growth mindset menekankan pada proses petumbuhan bukan hasil yang sempurna. Seorang dengan growth mindset akan melihat kegagalan bukan sebagai bentuk ketidakcerdasan yang harus diratapi. Namun kegagalan sebagai batu loncatan agar dapat melakukan evaluasi untuk dapat berbenah diri dan bersiap menghadapi tantangan selanjutnya. Seorang dengan growth mindset akan percaya bahwa keberhasilan adalah sesuatu yang dapat dikembangkan dari waktu ke waktu. 

Sejatinya mencapai keunggulan bukanlah tentang mengejar penguasaan yang sempurna. Tujuan dari mengejar keunggulan adalah untuk melakukan peningkatan diri dari masa yang sebelumnya. Mengejar keunggulan berarti bereksperimen dengan bijak, memupuk rasa ingin tahu agar dapat menikmati proses dalam mancapai tujuan. Hal ini memungkinkan seseorang dapat terinspirasi oleh hal baru yang lebih memuaskan ketika ia mencapai keunggulan yang sebenarnya. 

Keterlibatan orangtua dan guru yang terlalu mengontrol anak akan berpengaruh mendorong perkembangan anak untuk menjadi seorang perfectionism.

Lalu akankah menanamkan perfectionism pada anak adalah hal yang baik?

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Martin M. Smith dalam artikel yang berjudul Perfectionism and the Five-Factor Model of Personality: A Meta-Analytic Review. Mengejar kesempurnaan berarti mengejar sebuah tujuan yang tidak jelas. Karena pada dasarnya kesempurnaan itu tidak ada. Mengejar kesempurnaan ini dapat menghasilkan kegagalan yang lebih besar dibanding keberhasilan.

Seorang dengan perfectionism semakin hari semakin tidak dapat terkendali karena melakukan segala cara untuk mendapat kesempurnaan yang diinginkan. Hal ini akan berpengaruh pada rentannya tingkat kecemasan, stres, dan depresi apabila tidak mendapatkan kesempurnaan yang ia mau. Semakin lama tindakan ini akan membawa seorang perfectionism menjadi lebih sensitif dan membawanya pada emosi negatif, rasa bersalah, iri, dengki dan sebagainya. Reaksi-reaksi negatif sebagai akibat dari memaksakan suatu kesempurnaan itulah yang harus dihindari. 

Sebagai seorang figur pendidik, kita harus mampu menanamkan kasih sayang yang tak bersyarat pada anak. Usahakan untuk tidak mengkaitkan rasa kasih sayang dengan kinerja anak. Anak tidak perlu berusaha untuk mencapai kesempurnaan agar ia mendapat kasih sayang. Kita juga tidak harus selalu mengendalikan, mengkritisi, maupun melindungi anak dengan terlalu berlebihan. Kita harus mampu mengajarkan anak agar memaklumi kegagalan dan menerima kesalahan. Sebuah kesalahan baiknya dijadikan sebagai pembelajaran agar anak mampu mempersiapkan diri pada kesempatan yang lain. Dorong anak dalam berproses, beri pujian atas usaha dan kerja kerasnya, bukan hasilnya. 

Aulia A.

Referensi:
Sherry S & Smith M. 2019. “Mengapa banyak anak muda yang menjadi perfeksionis saat ini?”, (Online) https://theconversation.com/mengapa-banyak-anak-muda-yang-menjadi-perfeksionis-saat-ini-112480. Diakses pada 26 Desember 2021.
Smith M. dkk. 2019. “Perfectionism and the Five-Factor Model of Personality: A Meta-Analytic Review” (Online) https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/1088868318814973. Diakses pada 26 Desember 2021.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow