Dulu Sekolah Khusus Putri, Kini Go International

May 24, 2023 - 02:32
Jun 5, 2023 - 04:59
 0
Dulu Sekolah Khusus Putri, Kini Go International
Foto ilustrasi oleh google di gmaps

Berada di tengah kota di pusat Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, tepatnya di Jalan Stasiun No.4 Wates, SDN 4 menjadi rujukan dalam peningkatan mutu dan kualitas pendidikan. Ini adalah buah kerja keras para pendidik yang berusaha melahirkan murid yang terbaik. Tidak hanya unggul di keilmuan tapi juga iman dan ketakwaan. Mereka tidak melulu berprestasi di akademik tapi juga nonakademik. 

Selain memiiki sarana dan prasarana memadai, SDN 4 adalah sekolah unggulan di kabupaten paling barat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY ) itu. Sebutannya adalah SD Inti dari gugus IV Wates, baik gugus binaan Primary Education Quality Improvement Project (PEQIP) yang didanai Bank Dunia maupun gugus Science Education Quality Improvement Project (SEQIP) hasil kerja sama dengan Pemerintah Jerman. Catatan prestasi yang ditorehkan sekolah ini memang mengesankan sehingga layak untuk menjadi rujukan bagi banyak sekolah. Bahkan sejak 2013, sekolah ini menyandang status Sekolah Adiwiyata Mandiri.

 

Sekolah Putri

Ada kisah menarik dari perjalanan sejarah SDN 4 yang termasuk sekolah tertua di Kulon Progo. Berdiri tak lama setelah Indonesia merdeka atau tepatnya pada 1948, sekolah itu hanya diperuntukkan murid perempuan. Tidak hanya murid, gurunya pun perempuan. Tidak ada laki-laki di sekolah tersebut. Sayangnya saat ditelisik lebih jauh mengapa sekolah itu pernah dikhususkan untuk perempuan sudah sulit ditelusuri jejaknya. Tidak ada catatan tertulis dan semua hanya berdasarkan lisan. Kisah dari mulut ke mulut yang tidak terdokumentasikan. Saat ini pun sudah sedikit yang tahu tentang sekolah khusus putri itu. Sejarah unik itu hanya tercatat lewat ingatan tanpa mereka memahami alasan adanya sekolah khusus. Catatan itu akhirnya terlewatkan karena sekolah khusus perempuan itu dalam perkembangannya tak lagi diberlakukan.

Pada 1960, SDN 4 mulai menerima murid laki­laki. Praktek itu berlaku sampai sekarang sehingga SDN 4 tak lagi berbeda dengan sekolah negeri lain yang terbuka bagi murid laki-laki maupun perempuan. “Sejarah sekolah kami cukup unik. Ini salah satu sekolah tertua yang semula hanya menerima siswa perempuan. Tetapi dalam perkembangannya, sekolah ini terbuka baik untuk siswa perempuan maupun laki­laki,” kata Kepala SDN 4, Sri Sugiarti.

Sudah 70 tahun berdiri menempa anak-anak dengan pendidikan dasar menjadikan SDN 4 sebagai sekolah sarat prestasi. Menurut Sri pencapaian itu tidak mudah dan harus melalui proses yang panjang. Termasuk pada akhirnya sekolah mendapat kepercayaan dari masyarakat, yaitu orang tua murid untuk mengirimkan anak-anaknya agar dididik dengan keilmuan dan ketakwaan. Visi sekolah memang tidak hanya melahirkan siswa yang unggul dalam ilmu, tetapi juga dikuatkan iman dan ketakwaan.

Dari aspk aspek kenyamanan belajar bagi siswa, sekolah juga ingin menghadirkan sebagai tempat pendidikan yang memperhatikan lingkungan. Halaman dan ruang kosong pun dimanfaatkan untuk pohon dan tetumbuhan. SDN 4 Wates sangat memperhatikan kelancaran proses belajar mengajar. dengan suasana yang adem dan tenang karena memiliki lingkungan yang hijau, siswa bisa belajar dengan nyaman.

Dukungan sarana dan prasarana

Kenyamanan siswa saat belajar pun harus didukung sarana dan prasarana yang baik. Sekolah tentu berupaya melakukan pembenahan di segala bidang. Bangunan fisik sekolah yang berdiri di atas tanah seluas 3661 meter persegi ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Salah satu di antaranya sekolah direnovasi dan dibangun menjadi gedung berlantai dua pada 1992. Sekolah juga mendapat bantuan baru dari pemerintah berupa gedung Pusat Sumber Belajar (PSB) yang merupakan dana Debt Swap Conserversation atau penghapusan utang dari Pemerintah Jerman.

Dengan bantuan itu, SDN 4 sekaligus mendapat binaan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA dari SEQIP Fase II. Program Debt Swap For Education kembali diturunkan yang digunakan untuk rehabilitasi gedung kantor, ruang kelas, dan ruang perpustakaan. Bantuan lain diberikan untuk gedung perpustakaan dan ruang karawitan. “Semua pengembangan dan pembangunan fisik diharapkan bisa menunjang proses belajar mengajar. Siswa juga bisa menempati ruang tersendiri bagi yang mengikuti ekstrakurikuler karawitan,” tutur Sri Sugiarti.

Bangunan fisik yang memadai ditopang ketersediaan 18 tenaga pendidik yang seluruhnya telah sesuai kualifikasi dan tersertifikasi. Selain itu sekolah didukung guru pengembangan diri yang meliputi seni lukis, elektronika, karawitan, seni hadroh, vokal, pramuka, bahasa Inggris, dan TIK.

Kombinasi sarana prasarana memadai dengan tenaga pendidik yang qualified turut mendorong hadirnya sejumlah prestasi baik di tingkat kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional. Tidak hanya di bidang akademik, prestasi itu juga lahir dari nonakademik. Pada 2004, SD Negeri 4 Wates keluar sebagai Juara I Lomba gugus Binaan SEQIP tingkat nasional. Di tingkat provinsi, siswi SD Negeri 4 Wates atas nama Rani Dita Pratiwi keluar sebagai Juara II Lomba Teknik Komputer pada 2006. Di tahun sama, siswa lainnya, Iqbal putra Ikara meraih Juara III Teknologi Sederhana di tingkat provinsi.

Hampir Setiap tahun sekolah meraih prestasi. Apakah itu siswa atau sekolahnya. Kami pernah menjadi yang terbaik untuk Adiwiyata tingkat nasional dua kali berturut-turut. Semua itu bisa dicapai karena guru selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk siswanya,” kata Sri yang menyebutkan sekolah pernah menjalin kerja sama internasional dengan Mount Tarcoola Primary School (SD Mount Tarcoola), Geraldton, Australia Barat.

Kerja sama tersebut merupakan tindak lanjut Bridge Program dari Kedutaan Besar Australia. Program itu dikembangkan dalam rangka membangun hubungan antarkedua negara, Indonesia dan Australia, di bidang pendidikan. Dari Bridge Program dilanjutkan kerjasama SDN 4 dengan SD Mount Tarcoola.

Kerja sama yang dimulai pada 2012 dan berakhir lima tahun kemudian itu mencakup bidang pendidikan sampai tukar-menukar budaya dan lebih dari itu membangun kerja sama dua negara, Indonesia dan Australia. Melalui kerja sama itu, dua guru SDN 4, Arni Setiyaningsih dan Sutarjilah, berangkat ke Australia untuk mengajar di SD Mount Tarcoola selama satu bulan. Selain mengajar Bahasa Indonesia, mereka memperkenalkan budaya Indonesia. Dari SD Mount Tarcoola juga mengirim dua gurunya, Tiana Purba Barnard dan Brigid Oneil. Mereka mengajarkan budaya, keterampilan, dan seni musik di SDN 4.

Hubungan kedua sekolah tersebut tidak sebatas institusi dan guru tapi juga siswa. Teknologi komunikasi yang sudah modern memungkinkan siswa dari dua benua itu saling menyapa. Melalui fasilitas skype, mereka tak sekadar ‘say hello’ atau mengucapkan ‘apa kabar’, tapi saling berkomunikasi tentang berbagai hal. Ada yang membicarakan pelajaran sekolah, kegiatan selama sekolah sampai kegiatan keseharian. “Komunikasi melalui skype di antara anak-anak dilakukan seminggu sekali. Banyak pelajaran yang diperoleh dari kerjasama dua sekolah dari dua benua ini,” ucapnya.

Tantangan

Sekolah rujukan bukan berarti tanpa tantangan. Kepala sekolah justru menyebutkan tantangan yang dihadapi SDN 4 kian berat. Menurutnya ada beberapa tantangan yang dihadapi sekolah agar sesuai dengan harapan pemangku kepentingan seperti menaikkan rata-rata nilai pada Ujian Nasional (UN) dari nilai rata-rata 25,00 menjadi 27,00. Selain itu menekan persentase siswa tidak naik atau mengulang dari 4,5 persen menjadi 0 persen.

Beberapa alternatif pemecahan untuk tantangan pertama bisa dilakukan dengan memberikan motivasi baik oleh guru, orangtua, maupun lingkungan. Motivasi belajar siswa harus dipacu bila ingin meraih prestasi lebih baik. Penguasaan siswa terhadap materi bisa lebih baik dengan menambah latihan, remidial teaching, hingga les yang dilakukan secara kelompok.

Peningkatan prestasi tidak hanya di akademik tetapi juga nonakademik. Menurut Sri prestasi siswa di berbagai bidang seperti olah raga, seni memacu guru untuk mendidik dan mengajar lebih baik lagi. Siswa lain pun kian tertarik mengikuti ekstrakurikuler karena mereka bisa mengukir prestasi melalui kegiatan yang ditekuni.

Dengan demikian pembinaan pembinaan secara rutin dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Guru pembina kegiatan ekstrakurikuler pun mendapat pelatihan untuk menambah ilmu dan pengetahuan. “Peningkatan prestasi di bidang seni dan olahraga ini termasuk prioritas. Kami ingin prestasi siswa kami bisa naik ke tingkat provinsi dan nasional,” harap Sri Sugiarti.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Sahabat Guru Inspirasi Indonesia Maju