Rambut Panjang dan Kebijakan Sekolah: Mengatasi Stigma Usang

Gambaran mengenai rambut siswa yang gondrong identik dengan siswa nakal hanyalah stigma biasa. Lantas kok masih ditepakan di abad ke 21 ini ya?

Nov 6, 2023 - 07:20
Oct 13, 2023 - 10:16
 0
Rambut Panjang dan Kebijakan Sekolah: Mengatasi Stigma Usang
ilustrasi oleh freepik

Kebijakan mengenai panjang rambut di sekolah, terutama bagi siswa laki-laki, adalah isu yang telah lama diterapkan di berbagai daerah Indonesia. Rambut panjang sering kali dianggap sebagai pelanggaran yang memicu guru untuk memotong rambut siswa, bahkan hingga meresahkan dengan pita di rambutnya. Asal mula kebijakan ini dapat ditelusuri hingga masa Orde Lama, di mana rambut gondrong dianggap sebagai pengaruh "kebarat-baratan." Pada masa Orde Baru, rambut gondrong diasosiasikan dengan sikap "pemberontak," yang memicu kampanye anti-gondrong. Namun, pertanyaannya adalah, apakah siswa dengan rambut panjang dan gondrong selalu berarti nakal?

Pentingnya Mendefinisikan Aturan Rambut yang Jelas

Tidak ada aturan pasti mengenai panjang rambut bagi siswa. Yang penting, rambut harus tetap rapi, bukan panjang atau pendeknya yang menjadi isu. Stigma bahwa rambut panjang menandakan ketidakpatuhan atau perilaku nakal adalah pemikiran usang yang harus diubah. Sebagai contoh, sebagian guru berdalih bahwa pemotongan rambut bertujuan agar siswa terlihat rapi. Namun, argumen ini tidak selalu berlaku, terutama bagi siswa yang memiliki rambut ikal atau keriting secara alami. Mereka dengan genetik ini tidak pantas dihukum hanya karena rambut mereka terlihat "tidak rapi."

Menghindari Keputusan yang Tidak Masuk Akal

Kebijakan sekolah mengenai panjang rambut harus memiliki batas yang wajar dan jelas. Jika rambut siswa laki-laki terlalu panjang seperti rambut perempuan, maka guru harus memiliki dasar yang kuat untuk bertindak. Namun, memotong rambut siswa dengan paksa seharusnya tidak diizinkan, karena dapat melanggar hukum. Guru yang menggunakan pemotongan rambut sebagai hukuman harus sadar bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan masalah hukum, terutama melibatkan anak di bawah umur.

Alternatif Pendisiplinan yang Lebih Baik

Seiring perkembangan zaman, guru harus menemukan cara-cara yang lebih baik untuk mendisiplinkan siswa. Mencukur rambut hanya karena anggapan bahwa siswa tersebut nakal atau pembangkang adalah tindakan yang tidak rasional. Guru harus memahami bahwa hukuman harus didasarkan pada bukti dan alasan yang jelas. Misalnya, hukuman cukur rambut dapat dipertimbangkan hanya jika ada pelanggaran yang sangat serius dan bukti yang mendukung, bukan hanya asumsi semata.

Pentingnya Refleksi dan Perubahan

Guru dan sekolah perlu merefleksikan kembali apa yang diyakini sebagai bentuk pendisiplinan. Hukuman seperti pemotongan rambut seharusnya didasarkan pada alasan yang kuat dan bukan hanya asumsi. Stigma masa lalu tidak boleh memandu kebijakan saat ini. Guru harus memahami bahwa setiap anak tidak boleh mendapatkan tekanan dari sekolah, dan hukuman harus selalu didasarkan pada alasan yang kuat dan fakta yang jelas.

Kebijakan sekolah mengenai panjang rambut harus mengikuti prinsip-prinsip keadilan dan pemahaman yang lebih baik. Hukuman seperti pemotongan rambut hanya boleh diterapkan jika ada alasan yang jelas, dan bukan berdasarkan pada asumsi dan stigma usang. Penting bagi guru dan sekolah untuk mencari alternatif pendisiplinan yang lebih baik dan mendorong lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan adil bagi semua siswa.

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow

Darma Putra Kusuma Wijaya Saya adalah mahasiswa jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, Universitas Gadjah Mada. Saat ini saya memiliki ketertarikan dalam isu pendidikan di Indonesia